Minggu, 09 September 2012

Masya Allah...

Kata ini selalu terucap setiap kali mendengar cerita demi cerita yang keluar dari bibir salah seorang teman seperguruan di sekolah agama yang aku datangi setiap hari ahad. Dia...perempuan yang masih terbilang muda -karena dari wajahnya juga masih terlihat segar dan cantik tentunya-. Usianya 28 tahun..dan sudah dikaruniai 4 orang anak. Anak-anaknya masih kecil lagi (anak I : SD, anak II : 3 tahun, anak III dan IV : Kembar, usia 2,5 tahun). Belum-belum aku sudah mengucap...masya allah..

Usut punya usut, ternyata dia menikah di usia muda. Usianya saat itu sekitar 19-20 tahun, tepatnya saat dia ada di bangku kuliah semester 3. Kalau saya pribadi, pada semester itu...jangankan kepikiran untuk nikah. Memikirkan tugas-tugas kuliah yang semakin banyak saja pusing. Jangan salah, perempuan ini menikah bukan karena sudah pacaran lama dengan teman prianya. Sama sekali tidak! Dia mengenal suaminya yang sekarang dalam proses ta'aruf 7 bulan dan selanjutnya..memutuskan untuk menikah. Mengucap masya allah untuk yang kedua kali.

Perempuan ini kemudian bercerita aktivitasnya sehari-hari. Sekitar jam 3 pagi, dia sudah bangun untuk solat malam dan aktivitas terus berlanjut sampai malam hari tanpa diselingi tidur (info : temanku ini tidak punya pembantu RT atau tinggal dekat dengan orang tua / mertua). Aku pikir aktivitasnya hanya mengurus anak dan rumah. Ternyata aku salah! Perempuan ini selain menjadi ibu rumah tangga juga merupakan wanita karir. Nggak tanggung-tanggung..dia bekerja di bagian kesekretariatan di perseroan terbatas, sebuah perusahaan penerbit besar yang ada di Solo. Kantornya di belakang mall Paragon (yang rumahnya di Solo pasti tahu kan :p)... Masya Allah... (untuk yang ketiga kalinya).

Maaf, sedikit membandingkan dengan tetangga yang bekerja di perusahaan yang sama, dengan beban kerja yang aku rasa juga sama. Tetanggaku itu hanya mempunyai dua anak. Tapi kalau kulihat, anak-anak tetanggaku itu seperti "anak eyang" terkadang malah (maaf) lebih akrab dengan pembantunya. (Yang saya tahu, dilema kebanyakan wanita karir itu seperti itu. Pekerjaan OK, tapi rumah tangga...? jangan ditanya). Jujur saja, aku sendiri sering membayangkan : apakah aku sanggup dan mampu bekerja di luar rumah setelah menikah dan punya anak nanti ya? apa suamiku nanti akan mengijinkan aku bekerja di luar rumah ya? bagaimana kalau aku mendapatkan suami yang tidak membolehkan istri bekerja? apa sebaiknya aku jadi ibu rumah tangga sejati saja, agar perkembangan fisik dan psikologis anak-anakku optimal? tapi, kalau penghasilan suami ternyata tidak mencukupi? bagaimana? jangankan sudah menikah, sekarang saja...aku sering merasa kelelahan sepulang bekerja. Kadang-kadang sampai rumah sudah malas untuk menyentuh pekerjaan rumah tangga -dimana seharusnya, sebagai anak, aku harus membantu Ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangga-

Aku iseng bertanya : " tips mu mengatur waktu apa mbak? " temanku menjawab dengan sedikit curhat : " apa ya...?? ya dijalani saja. Kadang aku juga membayangkan kok, waduh..anakku empat..nanti siapa yang nganter sekolah, aku kerja, papanya kerja, siapa yang mengasuh si kecil..bla..bla..bla..tapi kalau cuma dipikir ya bikin stres. Bismillah..dijalani saja...khusnudzon pada Allah SWT.

Ya...aku tahu...ternyata itu kuncinya. Khusnudzon pada Allah SWT dan tentu saja selalu berupaya memberikan yang terbaik untuk keluarga. Barangkali tetap ada efeknya : capek karena kurang tidur, berat badan menurun, dan lain-lain -seperti efek yang dirasa temanku ini-. Tetapi kata dia lagi, itu semua ada hasilnya. Katanya : "waktu aku nggendhong anakku, ternyata awake (badan) anakku ethes (kuat dan berisi). Ada rasa bangga juga. Pagi-pagi masak untuk anak, pulang kerja belum mandi dan istirahat langsung nyuapin anak, tidur paling malem, bangun paling pagi, ternyata ada hasilnya. Yang penting itu dijalani dan berfikir positif kalau bisa melampaui ini semua. Memang benar perkataannya...bukankah Allah SWT itu sesuai dengan persangkaan hamba-Nya...Masya Allah...

Tidak ada komentar: