Senin, 28 Mei 2018

Flashback...

Masih ingat tentang si pengirim surat biru yang kini menjadi suamiku? 2 tahun 9 bulan sudah kini pernikahan kami. Apakah ia bosan mencintai selama puluhan tahun? Jawabnya TIDAK..!! Cintanya tetap sama meski di dalam pernikahan, kami belum dikaruniai momongan. Katanya anak itu buah cinta… katanya anak itu bukti cinta, katanya anak itu penambah lekatnya romantisme sebuah keluarga. Lalu apakah cinta kami omong kosong belaka tanpa buah hati di tengah-tengahnya?

TIDAK..SAMA SEKALI TIDAK. Justru cinta kami teruji ketulusanny. Bagi kami, kekurangan pasangan pun harus kami cintai. Menerima dengan sepenuh hati tanpa mengurangi porsi cinta masing-masing.

Anak memang merupakan ladang amal kita kelak ketika menjadi orang tua. Ketika belum memiliki anak, apakah artinya tidak ada amalan yang bisa menambah beratnya timbangan amal kita? Tidak, kita masih bisa beramal..dan suami menunjukkannya lewat baktinya pada orang tua. Walaupun hampir tiga tahun menikah, suami masih rutin menelefon ibunya di akhir pekan. Entahlah, menurutku ini “so sweet”.

Banyak sekali kasus di luar sana, ketika menikah anak-anak sibuk sendiri dengan urusannya, dengan istrinya, dengan anak-anaknya. Dan satu hal, suami tidak pernah berkata “TIDAK” kepada Ibunya dan selalu berlaku lembut. Beberapa kali pernah ibu mertua salah paham dan marah sampai mengutuk dan suami hanya diam, sama sekali tidak membela diri.

Tak hanya itu, suami juga rutin mengirim uang bulanan ke orangtuanya mulai dari bapak mertua masih aktif bekerja di perusahaan swasta terkenal di Solo hingga beliau pensiun dini tahun kemarin. Tak lupa juga membantu biaya sekolah dan kebutuhan keempat adiknya. Setiap langkah kehidupan kami, suami selalu tidak memikirkan dirinya sendiri atau keluarga kecil kami saja, tapi beliau juga memikirkan orang tua dan 4 adiknya.

Ya Allah…., seringkali aku merasa malu pada diriku sendiri. Aku sering lupa menelefon orangtua atau malas, sampai-sampai orangtuaku lebih dulu mengirim pesan singkat via SMS menanyakan kabarku.

Ya Allah, berapa banyak uang orang tua yang sudah dikeluarkan untuk membiayaiku, bahkan sampai sudah menikah pun ketika mudik; kamar, masakan, motor dan sebagainya telah siap untukku.. dan aku sama sekali tak meninggalkan uang atau sekedar sembako untuk ganti mereka “menampungku” selama beberapa hari di rumah. Sekalipun, orang tuaku tidak pernah meminta atau (pasti) tidak akan mau jika aku beri. Astaghfirullah… kenapa diri ini tidak peka…

Ya..suami banyak mengajarkanku untuk mencintai takdir-Nya. Mengambil hikmah di setiap peristiwa yang ada. Barangkali ini saatnya membahagiakan orang tua kami..saudara-saudara kami, sebelum kebahagiaan kami lengkap dengan hadirnya buah hati. Tak salah aku memilihnya.. karna aku percaya, laki-laki yang sangat memuliakan ibunya, tahu bagaimana memperlakukan istrinya.

“Robbanaa Hablanaa min Azwaajinaa wa Dzurriyyaatinaa Qurrota A’Yun waj ‘alnaa lil muttaqiinaa imaama”

Ditulis dlm rangka tantangan menulis "romance story" Afrakids

Tidak ada komentar: